Bumbu petis banyak digunakan pada masakan khas Lamongan. Namun bukan Cuma itu yang bisa Anda jajankan di Lamongan. oba juga es degannya yang unik. Anda pasti ketagihan.
SOTO LAMONGAN
Kalau Anda bertanya di mana penjual soto ayam lamongan paling ramai di Lamongan, pasti dijawab Depot Asih Jaya. Depot ini terletak di JI. Panglima sudirman, ruas jalan utama Surabaya menuju Bali.
“Depot ini sudah buka sejak pukul 06.00 dan baru tutup tengah malam nanti,” terang H. Ali Mahfud (60) pemilik Depot Asih Jaya.
Sengaja Ali membuka warungya selama itu. Maklum letak warungya strategis. Pelanggannya tidak cuma dari Lamongan. Bahkan sampai ke Jakarta.
Saat makan siang dan hari libur, bisa dipastikan depot ini dipadati oleh pembeli. Menurut Ali, ramainya pembeli karena rasa soto buatannya cocok dengan selera pembeli. “Kalau ndak cocok, ya, ndak bakal kemari lagi, to,” ujarnya tanpa kesan menyombong.
Soto lamongan ini adalah soto ayam kampung dengan kuah keruh. “Memang warnanya kurang menarik akibat penambahan berbagai macam bumbu. Tapi justru ini kuncinya,” aku Ali yang setiap hari membutuhkan 75 ekor ayam kampung itu.
Warna keruh juga berasal dari bandeng dan udang yang di-tambahkan ke dalam rebusan ayam. “Ini yang bikin rasanya jadi mantap,” tegas Ali.
Sotonya sendiri hanya terdiri dari sedikit soun dan suwiran ayam saja. Bisa juga ditambah uritan atau telur ayam muda dan ati ayam. Namanya soto spesial.
Untuk seporsi soto lamongan spesial dengan nasi terpisah dijual dengan harga 9 ribu. “Tapi kalau nasinya langsung di dalam soto, harganya cuma Rp 8.000,” jelas pria yang sudah berjualan soto sejak tahun 1968 ini.
Untuk seporsi soto lamongan biasa harganya Rp 5.500. lni harga untuk soto yang digabung nasi. Kalau dipisah, harus menambah Rp 1.500.
TAHU CAMPUR LAMONGAN
Menjelang malam, makanan khas yang bisa dibeli adalah tahu campur. Penjual makanan ini bisa ditemui di sekitar alun-alun dan pasar pakaian Lamongan.
Sejak pukul 16.00 mereka sudah mulai menggelar tenda untuk berjualan dan baru tutup tepat tengah malam.
Seperti namanya, tahu campur ini memang penuh dengan isi. Tidak cuma 3 jenis, tapi sampai 6 macam, lo. Yaitu, tahu, selada, taoge, mi kuning, perkedel, dan kerupuk.”Perkedel berwarna kuning dan bentuknya kotak,” kata Sueb penjual tahu campur di depan pasar pakaian.
Namanya, sih, perkedel, tapi jangan kaget kalau rasanya seperti singkong. Sebab perkedel ini dibuat dari singkong yang dicampur dengan kentang. Ketika digigit terasa kenyal.
Agar tahu campur terasa nikmat, diberi bumbu berupa petis dan sambal. Kedua bahan ini diaduk langsung di atas piring sebelum diberi potongan tahu, selada, mi kuning, perkedel, serta dituang kuah berisi potongan kikil berukuran besar
“Tapi kikilnya ndak keras. Saya ngerebusnya 3 jam. Setelah itu pun direbus lagi dalam kuah. Kuah ini saya bumbui dengan kemiri, bawang putih, dan jahe, Jadi, rasanya gurih,” jamin Sueb yang meneruskan usaha penjualan tahu campur orang tuanya.
Oleh Sueb, sepiring tahu campur dihargai Rp 3.500 lengkap dengan minuman. Sore dan malam hari adalah waktu paling tepat untuk menyantap makanan ini. Hangat dan mengenyangkan
NASI BORANAN
Selain soto lamongan dan tahu campur, masih ada lagi makanan khas kota Lamongan. Penduduk di situ biasa me-nyebutnya nasi boranan. Nama itu berasal dari tempat menyimpan nasi, boran. “Makanya disebut nasi boranan,” ujar Ibu Nduk yang berjualan nasi boranan sejak 4 tahun lalu.
Nasi boranan disajikan dengan wadah yang dilapisi daun pisang. Temannya, urap atau krawu dari daun pepaya, kacang panjang, dan taoge. Lauknya bermacam-macam ada tahu dan tempe goreng, ikan bandeng, udang, dadar, hingga ayam goreng.
“Itu semua lauk tambahan saja, lo. Aslinya, nasi boranan cuma disantap bersama empuk, gimbal poho, dan peyek kacang,” terang wanita yang berjualan di depan RSU Muhamadiyah di jalan KH. Ahmad Dahlan, Lamongan ini.
Empuk merupakan campuran tepung beras, gaplek, dan terigu. Adonan ini dibentuk bulatan kecil dan digoreng. Rasanya gurih karena dicampur bawang putih dan garam.
Sementara gimbal poho dibuat dari singkong dan parutan kelapa. Sama seperti empuk, gimbal poho dimatangkan dengan cara digoreng.
Nasi boranan harusnya memakai lauk khusus yaitu ikan sill yang dimasak dengan kuah pedas.”Tapi saya ndak pakai ikan sili. Susah, karena biasanya baru ada pas Hari Raya,” aku Nduk sambil sibuk melayani pembeli.
Karena tidak ada ikan sill, Nduk menggunakan ikan kutuk yang hidup di air tawar Ikan ini dagingnya lembut dan durinya sedikit.
Peminat nasi boranan tidak cuma dari Lamongan. Warga kota lain yang singgah di sini, senang juga mencoba kelezatan nasi boranan. Apalagi harganya cukup terjangkau, Rp 2.500, sudah lengkap dengan sepotong ikan atau ayam goreng.
TAHU TEK LAMONGAN
Mencari makanan ini membutuhkan kesabaran. Pasalnya, penjual tahu tek tidak ada yang mangkal. Mereka berkeliling sambil mengeluarkan suara yang khas, tek, tek, tek.
Bunyi ini berasal dari wajan yang dipukul dengan sebuah besi kecil. Gema suaranya bisa terdengar cukup jauh di malam hari. “Ya, itu tanda kalau ada penjual tahu tek lewat,” kata Bpk. Setu.
Tidak seperti tahu campur yang kaya isi, tahu tek isinya sangat minim. Hanya tahu, lontong, taoge, dan kerupuk. Tapi jumlah tahu lebih banyak ketimbang lontong.
Sambalnya merupakan campuran petis, kecap, kacang, dan cabai, namun rasa petisnya lebih menonjol.
“Karena itu rasanya agak pahit. Tapi memang seperti itu tahu tek lamongan,” kilah pria yang sudah 11 tahun berjualan tahu tek ini.
Sambal diulek pada sebuah cobek tanah liat lalu disiramkan di pinggir tahu dan lontong. Setu sengaja berjualan antara pukul 19 sampai pukul 24. Habis tidak habis is pasti kembali ke rumahnya di Kemlaten, Lamongan. “Ndak habis bisa disimpan lagi. Wong, bahannya mentahan. kalau taoge dan lontongnya, ya, dibuang,” ungkap Setu yang menjual sepiring tahu tek seharga Rp 3 ribu.
ES DAWET SIWALAN
Walau namanya es dawet, jangan berharap menemukan. dawet didalamnya. Yang ada malah irisan buah herwarna putih bening.
Penyuguhannya ditambah santan dan legen. Nah, legen ini diperoleh dari sadapan pohon nira. Warnanya cokelat keemasan dan agak kental.
Ketika diminum langsung terasa seperti sedang menikmati kelapa muda. Hanya bedanya bau harum legen langsung menyergap hidung.
“Sebenarnya minuman ini cuma ada di daerah Paciran, Lamongan. Saya tertarik untuk berjualan es dawet siwalan karena belum ada yang menjual di kota,” papar Choirulhuda (38), satu-satunya penjual es dawet di alun-alun Lamongan. Seperti halnya para penjual makanan di kawasan alun-alun, Choirulhuda pun mulai berdagang pukul 16.00. “Biasanya pukul 20.00 dagangan saya sudah habis. Kalau Minggu malah lebih cepat. Magrib-Magrib sudah habis,”aku pria yang menjual Rp 1.000 per gelas.
Setiap hari tak kurang dari 25 buah siwalan diolahnya menjadi dawet. Sementara untuk legennya dihabiskan 3 botol berukuran 1,5 liter. Seluruh bahan itu
oleh Choirul didatangkan langsung dari Paciran. “Saya sengaja ambil dari sana. Karena mutunya bagus. Jadi pelanggan puas,” kata pria berkacamata ini.
JAJAN PASAR
Kalau pagi-pagi berkunjung pasar sayur Lamongan, Anda bakal menemukan sejumlah jajan pasar menggiurkan. Para penjual jajan pasar ini tidak menempati blok khusus. Mereka menyebar di antara para penjual sayur, bahan makanan, dan bumbu dapur. jenis jajan pasar yang biasa dijajakan adalah klebet jagung. Terbuat dari jagung yang ditumbuk halus dan diberi gula putih. Bentuknya kerucut dan dibungkus daun jagung.
Kue berwarna kuning ini rasa jagungnya sangat dominan. Bahkan manisnya jagung masih terasa walau sudah diberi gula. Penjual kue ini bisa ditemui di pintu masuk dekat penjual sayuran. Dijajakan bersama kue lain, seperti donut, cucur, dan kue lapis oleh Bu Sumirah.
Pilihan lain, opak lodo. Makanan ini tampak menarik karena berwarna merah muda dan kuning. Dikemas dalam kantung plastik berukuran kecil.
“Bahannya ketan dan gula. Setelah dijemur, digoreng dengan pasir,” terang Tuminah, si penjual opak lodo. Opak ini sangat renyah. Rasanya manis. Karena itu tidak cocok disajikan dengan nasi. Lebih enak dimakan begitu saja, sebagai camilan.
Ada lagi jepit, hampir sama dengan opak lodo. Sama-sama terbuat dari ketan, hanya bentuknya pipih dan rasanya gurih. Cara membuatnya, adonan dijepit sambil dibakar. Warnanya ada 3 macam, merah muda, putih, dan kuning. Jepit selain terbuat dari ketan, ada juga yang dari tepung sagu. Tentu saja rasanya tidak selegit jepit dari ketan. Sayangnya untuk membedakannya tidak gampang karena baru ketahuan setelah dicicipi.
Berjalan ke sisi kanan pasar, tepat di dekat penjual bumbu dapur, Anda bisa menemukan penjual gantesan dan putu sawah. Gantesan ini mirip dengan gemblong. Hanya warnanya putih. Kalau putu sawah, bentuknya bulat panjang dan berwarna hijau.
Di dalam adonan tepung beras ketan ini tersembunyi isi dari kacang hijau. Sementara bagian luar ditaburi kelapa parut. “Ya, rasanya gurih, ndak manis karena tidak ada gulanya,” terang Bu Sri.
Berdampingan dengan Bu Sri, Anda bisa mencicipi bubur campur. Nama ini sangat cocok dengan isi dan warna makanan ini. Hitam dari ketan hitam, merah dari mutiara, putih dari bubur beras ketan, dan cokelat dari canil.
Bubur ini sangat manis. Karena itu sebaiknya disajikan dengan santan encer. Memakannya harus masih hangat, sebab begitu dingin bubur akan mengumpal. Selain bubur, ada lagi panganan yang cocok untuk sarapan pagi. Lempok, srebel, blendong, katul ngempol, jagung paren, dan katul srubuk. Makanan ini terbuat dari jagung, singkong, dan kacang hijau. “Makannya dengan kelapa parut biar gurih,” tegas Rimpan.
Meskipun jenisnya beragam, jajan pasar ini dijual dengan harga terjangkau jagung, opak lodo, jepit, gantesan, dan putu sawah. Bubur campur dijual dengan harga Rp 1.000 per bungkus.
Sementara lempok, srebel, blendong, katul ngempol, jagung paren, dan katul srubuk, dijual sesuai keinginan pembeli. Biasanya pembeli membeli antara Rp 500 hingga Rp 1.500 dengan jenis sesuai selera.
JEPIT GULUNG
Kalau panganan jepit mudah ditemui di pasar tradisional, tidak demikian dengan jepit gulung. Penganan dari tepung tapioka ini hanya bisa dijumpai di toko oleh-oleh. “bahan dan harganya lebih mahal ketimbangjepit biasa,” aku Siti Halimah, pembuat jepit gulung.
jepit gulung memakai tapioka dan gula pasir, sementara jepit memakan tepung beras ketan. Warna jepitgulung pun hanya putih. Cara memasak saja yang membuat keduanya sama-sama disebut jepit.
“Lha, cara bikinnya itu pakai cetakan besi, makanya namanya jepit,” ujar Siti yang menekuni usaha ini sejak tahun 1990 ini. Walau memakai cetakan, untuk membuat jepit gulung si pembuat harus tahan panas. Adonan tapioka, gula pasir, dan wijen itu harus digulung selagi panas. Untuk melepaskan dari cetakan juga dilakukan dengan tangan.
“Yah, kalau ditunggu dingin, adonannya keburu keras, ndak bisa digulung,”kata Siti sambil sibuk membuat jepit gulung. jepit yang telah digulung itu lantas ditaruh pada sebuah papan, seperti talenan untuk didinginkan. Baru setelah itu dikemas.
Biasanya jepit gulung hanya ditata dalam sebuah kaleng besar. Tapi ada juga yang dikemas dengan plastik. “Kalau yang plastik cuma untuk pesanan saja. tapi untuk toko pakai kaleng, supaya lebih tahan sampai 6 bulan,” jelas wanita beranak 2 ini.
Setiap hari di dapur rumahnya di daerah Sidokumpul, Siti membuat jepit gulung dari 4,5 kilogram adonan. Kemudian dijual Rp 16 ribu per kilogramnya untuk jepit tanpa wijen. “Pakal wijen jadi Rp 20 ribu per kilogram,”kata Siti dengan ramah.
SATE KAMBING H. SOFYAN
Di kota Lamongan, makanan yang paling disukai adalah nasi boranan. Tapi di Babat, sebuah kota administratif di Lamongan, justru sate kambing yang akrab di lidah warga. Nah, warung sate kambing langganan warga adalah sate kambing H. Sofyan.
Warungnya tidak terlalu besar dan letaknya di depan pasar sepeda, tepat di jalan Raya, Babat. Mudah dikenali karena berada tepat di tengah pedagang sepeda.
Sesuai dengan spanduk yang terletak di depan warung, di sini Anda bisa menikmati sate dan gule kambing. Daging kambingnya masih digantung pada sebuah lemari kayu. “Dagingnya baru di-potong dan ditusuk begitu ada pelanggan yang datang,” kata Sumiati, putri sulung H. Sofyan.
Untuk menambah kelezatan sate kambing, Sumiati hanya me-nambahkan kecap, sambal dan irisan bawang merah. Setelah itu sate disajikan dengan nasi panas. Enak sekali disantap kala sore dan malam hari.Tapi, bukan berarti Anda harus menunggu sore tiba untuk mencicipinya. Sumiati sudah mulai membuka warungnya dari pukul 09.00 dan tutup pukul 22.00 “Yah, itu kalau masih ada. Biasanya habis Isya sudah pulang,”aku wanita yang setiap hari memotong 2 ekor kambing ini.
WINGKO BABAT LOE LAN ING
Satu lagi panganan yang menjadi ciri khas kota Lamongan, yaitu wingko. Terbuat dari ketan dan kelapa dengan rasa manis. Bentuknya bulat dan berwarna cokelat.
Di Lamongan wingko biasa dijual di toko oleh-oleh atau toko penjual wingko. Tapi, kalau mau yang asli Anda bisa membelinya di Babat, Lamongan. Daerah itu memang dikenal sebagai pusat pembuatan wingko sejak dulu.
Wingko yang paling terkenal adalah wingko Loe Lan Ing. Perusahaan pembuatan wingko yang beroperasi sejak puluhan tahun ini, terletak di jalan Raya, Babat. Pemiliknya adalah ibu Loe Lan Ing.
Ada 3 jenis wingko yang bisa dicoba, wingko kelapa, wingko rasa nangka dan wingko cokelat. Denis terakhir adalah pengembangan dari wingko kelapa. Tapi biar begitu wingko kelapa paling disukai pembeli karena rasa kelapa sangat terasa.
Wingko ini tersedia dalam 2 bentuk, besar dan kecil. Wingko kemasan besar berdiameter 15 centimeter masih dikemas dengan kertas roti. Kemasan ini tidak pernah berubah dari dulu hingga sekarang.
Selain wingko, perusahaan ini juga membuat jenang ketan hitam bercampur wijen. Jenang ini diberi merek mawar dan dikemas dengan plastik. Dalam satu plastik, berisi 4 buah jenang ketan hitam berukuran kecil.
Walau terbuat dari ketan hitam, jenang ini tidak lengket digigi, lo. Enak sekali dan sangat legit. Harganya pun cukup terjangkau. Satu plastik dijual dengan harga Rp 2.500.
Sementara wingkonya dijual dengan harga Rp 10.000. Cocok sekali dijadikan oleh-oleh karena tahan sampai 4 hari dalam lemari pendingin. Waktu mau disantap, wingko bisa dikukus untuk menghangatkannya.